Sekarang giliran lagu ilir-ilir .. (orig post here)
===========
Tak banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya tembang ini bukan
sekedar tembang dolanan biasa. Ada makna mendalam terkandung dalam
tembang sederhana ini. Sekalipun demikian tidak ada yang tahu pasti
siapa yang menciptakan tembang ini. Karena tembang ini sudah ada sejak
ratusan tahun lalu.
Ada yang berpendapat penciptanya adalah salah seorang dari Wali Sanga
atau Sembilan Wali yang terkenal sebagai para penyebar Islam di tanah
Jawa. Dari kesembilan waliyullah itu ada dua orang yang disebut-sebut
sebagai penciptanya yaitu Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga.
Pendapat itu bisa dimengerti, dilihat dari kedekatan Sunan Kalijaga
dengan budaya Jawa dan fakta bahwa beliaulah pencipta beberapa kesenian
Jawa yang digunakan sebagai alat syiar agama Islam, maka bisa dianggap
bahwa Sunan Kalijagalah yang merupakan pencipta tembang ini.
Berikut ini adalah penjabaran dari makna yang terkandung dari tembang
Ilir-ilir itu, baik berupa makna harfiah atau terjemahan langsungnya
dalam bahasa Indonesia (BI), maupun makna sesungguhnya (MS) yang
tersirat di dalamnya.
Ilir-ilir
Ilir-ilir, Ilir-ilir, tandure (hu)wus sumilir
(BI) Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi
(MS) Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun
dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Karena bagaikan tanaman yang
telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah
kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari
para wali.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
(BI) Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru
(MS) Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini
digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang
melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.
Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi
(BI) Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu.
(MS) Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan
belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima
rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh
Sunan Kalijaga untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan
ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam
dan sholat lima waktu.
Lunyu-lunyu penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira
(BI) Biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu.
(MS) Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya
digunakan pada upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah
belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan
sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap
awet.
Dengan kalimat ini Sunan Kalijaga memerintahkan orang Islam untuk
tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu
walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan
untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa,
agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian
biasa.
Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir
(BI) Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek
(MS) Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang
meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka
digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.
Dondomana, jlumatana, kanggo seba mengko sore
(BI) Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Gustimu) nanti sore
(MS) Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh
karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Di sini Sunan
Kalijaga memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya
yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara
benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.
Mumpung gedhe rembulane, mumpun jembar kalangane
(BI) Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang
(MS) Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu.
Ya suraka, surak hiya
(BI) Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA
(MS) Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti,
sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan
baik untuk menjawabnya dengan gembira.
Demikianlah petuah dari Sunan Kalijaga lima abad yang lalu, yang
sampai saat ini pun masih tetap terasa relevansinya. Semoga petuah dari
salah seorang waliyullah kenamaan ini membuat kita semakin bersemangat
dalam menjalankan ibadah kita di bulan yang penuh rahmat ini. Amin,
amin, amin.
No comments:
Post a Comment